BERSEPEDA DENGAN GEMBIRA, MAMBANCIR SETELAHNYA…(part 2)
Persiapan gowes |
Setelah puas foto-foto baik dengan sengaja atau candid, gowes hari ini
di lanjutkan dengan agenda keliling kota dengan tujuan siring depan kantor Wali
Kota Banjarmasin. Dengan bergabungnya Om Fachrie, Om Nizar serta Sakti
Nurbangkity (yang ini tidak dipanggil dengan dengan sebutan om.. soal nya kasian..
doi masih kelas enam SD 😅)
terjadi perubahan rute yaitu menjadi menuju ke arah SMA 9 di jalan Gerilya.
Memasuki komplek Gandaria perjalanan mulai agak berat dengan, kondisi
jalan pemukiman yang agak sempit berupa cor semen yang pada beberapa tempat terkoyak
hingga memunculkan kerikili-kerikil yang lumyana tajam membuat kita harus
ekstra hati-hati agar tidak menyebabkan kebocoran pada ban.
Cobaan pertama pun datang, rantai stylo 16” yang saya naiki melakukan unjuk raja dengan lepas dari gir
sebanyak dua kali berturut-turut. Menjadikan saya mulai menimbang-nimbang
apakah tempat ini dijangkau oleh layanan Go-Car 😂.
Syukurlah dengan sedikit utak-atik dan doa yang diperbanyak, rantai menjadi
lebih koperatif dan menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Mendekati Jembatan besar dekat SMA 10 ban belakang Giant nya Om Krisna
Agung perlu mendapat treatmen dengan udara segar dari pompa sebanyak dua kali
sekaligus memberi kesempatan kepada kami untuk water break dan tentunya tak
lupa cekrak-cekrek selfie.
Dukungan moril untuk Om Nizar yang sedang bertugas😂 |
Melewati SMA 10 jalan semakin sempit, kira-kira satu setengah meter
hanya cukup untuk dua buah sepeda motor berpapasan secara pelan sambil
pengemudinya bertukar senyum dan salaman. Mungkin ini salah satu faktor yang menjadikan
warga begitu akrab satu sama lain 😁
Di sebelah kanan jalan berderet rumah penduduk yang mebelakangi sungai,
sementara disebelah kiri jalan terhampar lahan pertanian pasang surut yang
tampaknya sudah mulai memasuki masa tanam.
Tampak seorang bapak sedang “menaradak” pada bahu jalan sebagai
persiapan untuk menanam padi. “Manaradak” sendiri adalah istilah hulu sungai
(Saya tidak tahu aktifitas ini disebut apa dalam masyarakat disini). Dalam
tahap “Manaradak” ini, petani menyiapkan bibit padi dengan cara meletakkan
sejumput benih padi pada barisan lubang-lubang
yang sudah disiapkan.
Luabang-lubang tersebut berdiameter kisaran 5 cm dengan kedalaman
antara 1-3 cm saja. Setelah benih padi diletakkan selanjutnya lubang tersebut
ditutup dengan tanah sampai akhirnya muncul benih-benih padi seperti jarum
berwarna hijau yang membentuk rumpun-rumpun kecil yang berbaris dengan rapi.
Oke saatnya kembali ke track! Setelah kira-kira bersepeda selama lima
belas menit dari SMA 10 kami tiba disebuah jembatan kayu yang cukup panjang
dengan pagar berwarna kuning. Jembatan ini membentang sepanjang 30 meter tepat diatas sebuah
pertigaan sungai. Sungguh spot yang instagramable untuk foto-foto dan istirahat.
Pada sisi kiri jembatan terdapat aliran sungai yang pada sisi-sisinya
berupa kombinasi sawah pasang surut, tanaman kelapa sartra kuini. Sementara
pada sebelah kananya membentang sungai yang tampaknya lebih dalam dengan air
yang berwarna agak gelap dengan beberapa rumah penduduk pada bagian tepinya.
Jangan lupa bergembira (Photo by Om Bambang) |
Jembatan serasa milik kita (Photo by Om Fachrie) |
Setelah pua berfoto dengan beberapa angle dan gaya, perjalanan
dilanjutkan menyusuri jalan yang pada sisi kananya mengalir sungai kecil berkelok-kelok
sejajar dengan deretan rumah warga. Sungguh pemandangan yang membuat pikiran
dan hati bisa menjadi fresh karena lingkungan yang kami lewati begit tenang
teduh dengan suasana perkampungan yang khas.
Memasuki jalan yang agak besar dengan rumah-rumah yang secara fisik
sudah mulai berbeda model dan kondisinya dengan yag sebelumnya kami lewati,
giliran Kojak Schwalbe nya Om Harris yang perlu asupan udara dari pompa, dan Om
Nizar kembali menjalankan tugas sebagai tim keselamatan dengan baik 😂
GIliran sepeda Om Harris yang perlu tambahan udara segar |
Selanjutnya perjalanan menjadi lebih ringan sebab kami memasuki jalan
aspal untuk kemudian belok ke arah kiri menuju ke arah jalan Gerilya dan
menyusuri nya kea rah SMP * melewati komplek Mahatama, perempatan jalan tol
lingkar dalam selatan serta saling berbalas kring-kring dengan rombongan ontel
yang kebetulan berpapasan dengan kami.
Rute terakhir yang menjadi penutup gowes kali ini adalah jalur Teluk
Kubur-Tanjung Pagar Terakhir lewat jalan ini masih berupa cor semen, namun kini
sudah diaspal dan tampak lebih lebar dari sebelumnya sehingga sangat nyaman dan
memadai untuk menunjang aktifitas warga meski belum diaspal secara keseluruhan.
Melewati simpang limau dan menyeberangi sungai Kelayan akhirnya kami
tiba dan memasuki Jalan Lingkar Dalam Selatan dekat komplek Sekolah
Islam Terpadu Ukhuwah. Dan sebagai pitstop utama kami semua singgah di Warung
Soto Banjar dan Mie Bancir Bang Khalid di dekat simpang 3 Pekapuran.
Saatnya makan-makan 😂 |
Akhirnya masing-masing dari kami menyantap sepiring Mie Bancir hangat
dengan teh panas yang menjadi recovery mujarab dari karbo yang telah
terkonversi menjadi keringat selama perjalanan.
Saya sendiri cukup seiring mampir kesini pada saat pulang kerja baik
sendiri atau dengan istri dan anak-anak. Dengan menu favorit kami adalah Mie
Bancir (Banci) yaitu Mie yang dimasak seperti mie goreng namun disajikan dengan
sedikit kuah saus tomat yang gurih serta irisan telur rebus dan potongan-potongan
kecil daging ayam dan rasanya pun sangat yummy (mungkin besok senin atau selasa
balik lagi kesini 😂).
Mie Bancir Bang Khalid (Photo by Om Fachrie) |
Setelah puas menikmati mie bancir yang lezat perjalanan dilanjutkan
dengan simp.4 Fly over sebagai titik terakhir Untuk kemudian dilanjutkan menuju rumah
masing-masing. Di awali dengan Om Nizar yang pamit lebih dulu, dilanjutkan
rombongan om Bambang, Om Krisna Agung dan Sakti yang belok kiri menmasuki Jalan
Ahmad Yani menuju dalam kota, dan Saya bersama Om Fachrie dan Om Harris yang
menyusuri jalan Gatot Subroto menuju Sultan Adam dan saya belok kanan menuju
Sungai Lulut.
Baca tulisan sebelumnya di sini (part 1)
Komentar
Posting Komentar